LEMBANG, BBPOS- Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan meminta Dinas Kesehatan serius dalam mengimplementasikan Peraturan Presiden tentang percepatan penurunan stunting.
Menurutnya, salah satu aksi konkret yang dapat dilakukan adalah diperlukannya intervensi secara intensif. Oleh karena itu, ia mengintruksikan Dinas Kesehatan untuk segera mengoordinasikan kegiatan tersebut dengan OPD yang membidangi stunting untuk segera menyusun langkah spesifik.
“Tahun 2023 itu kita mencanangkan ekonomi kuat. Tentunya, untuk mewujudkan semua itu, perlu ditunjang dengan berbagai faktor, salah satunya Sumber Daya Manusia (SDM) yang kuat juga,” ujar Hengki, saat membuka Acara Rembuk Stunting Tingkat KBB Tahun 2022 di Hotel Novena-Lembang, Kamis (21/7/2022).
Ia mengatakan, terkait ketersediaan data, dinas terkait secara rutin mempublikasi data prevalensi stunting secara mutakhir dan akurat, sehingga data bisa menjadi acuan nasional dalam menerapkan program-program berikutnya.
Oleh karena itu, ia meminta semua stackeholder bekerja sama dalam mewujudkan harapannya tersebut. Begitu juga pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lebih serius menangani persoalan stunting di wilayahnya.
“Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah, untuk mewujudkan Ekonomi Kuat 2030 adalah mencegah terjadinya stunting pada anak-anak,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) KBB, Asep Wahyu menjelaskan, dalam persoalan stunting pemerintah daerah, berkomitmen akan melakukan penurunan angka stunting pada tahun 2023.
“Kita akan bekerja keras, karena persoalan stunting akan jadi ancaman serius bagi kehidupan masa mendatang,” ujarnya.
Kendati demikian, dalam proses tersebut diperlukan intervensi penurunan stunting terintegrasi melalui dua intervensi, yaitu intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab langsung dan intervensi gizi sensitif untuk mengatasi penyebab tidak langsung.
Terjadinya stunting menurut Asep, tidak terlepas dari persoalan gizi buruk. Jika ketersediaan gizi tidak diperhatikan saat ini, maka tentu saja hal itu akan menjadi ancaman serius bagi generasi yang akan datang.
“Ancaman serius bagi pemerintah tentu akan datang, karena itu dua intervensi ini perlu dilakukan dan perlu di tangani serius,” papar Asep.
Selain itu, di tahun mendatang, pemerintah pun akan dihadapkan oleh persoalan remaja diusia produktif. Pasalnya, usia produktif di tahun mendatang akan lebih banyak dibandingkan dengan usia yang tidak produktif.
Usia produktif adalah penduduk yang berusia 15 tahun. Penduduk diusia produktif tersebut akan melebihi angka 65 persen. Artinya penduduk produktif akan menanggung 35 persen penduduk yang tidak produktif.
“Tentunya beban yang bakal dipikul oleh penduduk usia produktif itu, harus ditunjang dengan SDM yang sehat, tangguh dan berkualitas. Dengan menciptakan manusia-manusia tangguh di era yang akan datang, dimulai dari sekarang,” ungkapnya.
Diketahui, lanjut Asep, pemerintah pusat mencanangkan, Indonesia Kuat pada tahun 2045 dengan zero stunting. Untuk mewujudkan semua itu, pencegahannya harus dimulai dari sekarang.
“Bayi yang dilahirkan tahun ini akan berumur 23 pada tahun 2045, yang termasuk usia produktif,” cetus Asep.
Oleh karena itu, pencegahan stunting harus digencarkan mulai sekarang dengan kerja sama semua stackeholder
Pemerintah KBB sendiri, sebagai bentuk keseriusan melakukan pencegahan stunting dengan membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS).
Untuk TPPS tersebut dibentuk mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan hingga tingkat desa dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat.
Menurut Asep, Pemda KBB melekatkan pelayanan dasar kesehatan dan pelayanan dasar lainnya menjadi visi yang utama. Dan stunting salah satu program pertama yang menjadi prioritasnya.
Bukan tanpa dasar, jika program stunting menjadi prioritas. Berdasarkan catatan dari Dinas Kesehatan (Dinkes), 29,6 persen penduduk KBB rawan gizi buruk.
Data tersebut dilihat dari data statistik hasil penimbangan di setiap posyandu.
Asep menyatakan, jika angka tersebut cukup mencengangkan. Kalau penduduk KBB tahun 2020 adalah 1.872.000 jiwa, tinggal dihitung, berapa orang yang mengalami gizi buruk.
“Jangan-jangan 29,6 persen itu ada saudara kita, tetangga, adik atau kerabat juga atau jangan jangan ada di RT RW dan desa kita,”ucapnya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut Pemkab Bandung Barat pada tahun 2023 telah menetapkan 20 lokus prioritas penanganan stunting.
Ia juga menegaskan, langkah yang dilakukan Pemkab Bandung Barat tersebut sebagai bentuk upaya terbebas dari persoalan stunting.
“Kita juga mengupayakan, agar penduduk KBB memiliki lapangan pekerjaan, sehat dan memiliki kualifikasi kompetensi sehingga bonus demografi menjadi berkah bukan musibah,” pungkasnya.