Ngamprah,BBPOS – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Bandung Barat, Wandiana menjelaskan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada warga desa yang terdampak pandemi COVID-19.
“Sasaran penerima BLT dana desa keluarga miskin non Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT),” kata wandiana di Ngamprah, Jumat (17/04/2020).
Wandiana mengatakan, BLT yang bersumber dari dana desa tersebut diprioritaskan untuk warga yang belum mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).
Setiap keluarga penerima BLT kata dia, memperoleh bantuan Rp 600 ribu. Disesuaikan dengan bantuan Kementrian Desa kucurkan.
“Ini sudah tidak tawar menawar. jadi besaran BLT dana desa 600 ribu perbulan per KK diberikan selama 3 bulan. BLT dana desa ini sasarannya adalah warga miskin yang belum menerima PKH, yang belum menerima bantuan pangan non tunai, yang belum menerima kartu pra kerja,” Jelas Wandiana.
Seperti diketahui, landasan hukum pemberian BLT tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Desa PDTT (Permendes) Nomor 11 Tahun 2020 dengan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap COVID-19 dan Penegasan Program Padat Karya Tunai Desa sebagai operasional Permendes.
Oleh sebab itu, Wandiana pun menginstruksikan kepala desa untuk dapat segera merampungkan data penerima BLT.
“Saya berharap desa mendata akurat yang divalidasi yang betul kriteria itu. Jadi itu diluar miskin baru,” imbuh Wandi.
Sementara itu, Kepala Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Aas meminta pemerintah untuk mengkaji kembali soal pemberian bantaun Rp600 ribu kepada keluarga terdampak.
Sebab, ia menilai hingga saat ini masih menunggu fix data bantuan. Baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.
“Desa Cilame menunggu sejauh mana perencanaan dan realisasi bantuan kartu prakerja, kemudian bantuan gubernur dan di pertimbangkan dengan penerimaan PKH, BPNT dan terakhir kita menunggu dari Bupati Bandung Barat (Aa Umbara) pola bantuan sosialnya akan seperti apa,” ujar Aas saat berkunjung ke Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) KBB.
Aas mengatakan, pihaknya bukan tidak setuju dengan bantuan tersebut. Namun yang menjadi ke khawatirannya adalah dalam sistem pembagian. Pasalnya babtuan tersebut hanya diberikan kepada sebagian masyarakat KBB. Data tersebut berdasarkan Rumah Tangga Miskin (RTM) dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Inipun harus direncanakan dengan matang, karena kita pun pertimbangkan ekses sosial. Mungkin saja timbul kecemburuan jika dari BPNT besarnya sebesar itu, kemudian dari bupati juga kita belum tau. Kalo dari dana desa kan saklek tidak ada ruang untuk negosiasi harus Rp600 ribu dalam waktu 3 bulan. Maka ini harus dipikir matang-matang agar tidak menimbulkan gejolak,” jelas Aas.
Meskipun demikian, Aas merespon surat edaran yang dilayangkan oleh Kemendes, oleh karena, ia meminta ke pemerintah agar bantuan tidak menjadi tumpang tindih.
Pihaknya pun hingga saat ini menunggu data bantuan sosial dari pemkab Bandung Barat. Sesampainya data tersebut, baru pihak desa pun akan merumuskan dan mensinergikan program-program pemerintah dalam penanganan COVID-19.
“Harapan jangan sampai tumpang tindih sebagaimana komitmen bahwa penerima PKH, BPNT tidak lagi diberi bantuan sosial, baik dari pemeruntah pusat, pemprov maupun pemkab,” kata dia.
Lebih lanjut Aas mengatakan, saat ini jumlah warga Desa Cilame sekitar 36 ribu. Warga yang mendptkn PKH di Cilame sebanyak 600 Kartu Keluarga (KK) dan untuk BPNT 300 KK.
Kendala saat ini lanjut Aas, kebanyakan masyarakat merasa dirinya layak untuk mendapatkan bantuan. Sehingga muncul keluarga miskin baru (Misbar) atau rentan miskin.
“Dengan nilai DD dea Cilame 1,9 miliar, saat ini keluarga Misbar masih kita data karena kriteria itu dinamis. Maka pemerintah desa cilame walaupun tidak secara resmi melalui surat memberikan imbauan kepada masyarakat yang diberi kelebihan rezeki, agar memberi bantuan kepedulian dan kesetia kawanan sosial kepada masyarakat yang miskin dan rentan miskin atau yang kehilangan pekerjaan,” pungkasnya.