Padalarang, BBPOS – Massa buruh menyatroni Kantor DPRD KBB, Selasa (6/10). Mereka datang menyampaikan orasi dan aspirasi terkait penolakan UU Cipta Kerja yang di sahkan oleh pemerintah dan DPR RI pada Senin (5/10) kemarin.
Salah satu orator dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) KBB, Dede Rahmat mengatakan, disahkannya UU Cipta Kerja di tengah situasi pandemi sangat memprihatinkan. Sebab, saat ini para buruh sedang berjuang untuk tetap bekerja di tengah ancaman risiko tertular Covid-19.
“Cukup memprihatinkan bagi kita, di tengah situasi pandemi Covid-19, kami pekerja dan buruh terpaksa, demi perputaran ekonomi, sekali lagi, terpaksa, kami harus tetap aktivitas kerja dengan risiko kami tertular covid di tempat kerja. Dan ini sudah terbukti!,” ujar Dede.
Menurut Dede terdapat 7 poin dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap menyengsarakan buruh, yakni pesangon dikurangi jadi 25x upah, baru dapat konvensasi minimal 1 tahun, kontak kerja seumur hidup, UMK dibuat bersyarat, upah cuti yang hilang, outsorsing seumur hidup dan waktu kerja yang exsploratif.
Dengan demikian Ia meminta pemerintah pusat untuk untuk membatalkan UU Cipta Kerja lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
“Terbitkan Perppu Batalkan UU Cipta Kerja! Kami harap aspirasi kami bisa diterima,” pungkas Dede.
Sementara itu, Ketua DPRD KBB, Rismanto sepakat satu suara bersama Pemerintah KBB menolak seluruh poin pada RUU Omnibus Law serta meminta DPR RI mencabut rancangan tersebut dari program legislasi nasional (prolegnas).
“Omnibus Law memang sangat mengancam dan membahayakan kaum buruh. Tentu dalam hal ini masih ada harapan bagi temen-temen buruh yang memang tidak sepakat dengan UU ini dengan penolakan beberapa langkah,” kata dia.
lebih lanjut Rismanto mengatakan, pengiriman usulan penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan secepatnya dilakukan pihaknya kepada DPR RI. Langkah tersebut dilakukan sebagai penolakan DPRD KBB atas RUU Omnibus Law.
“Saya rasa perjuangan tidak berhenti sampai disini. DPRD KBB akan berusaha mendorong ini, karena buruh tidak puas dengan keputusan pemerinta pusat,” imbuh dia.