PEMILU (Pemilihan Umum) 2019 telah digelar pada tanggal 17 April lalu dan saat ini KPU sedang melaksanakan proses rekapitulasi suara pemilih.
Rakyat telah memilih para pemimpinnya untuk mengemban amanah baik eksekutif (presiden dan wakil presiden) maupun legislatif (DPRD Kab/kota, provinsi, DPR RI, dan DPD).
Tugas yang tentunya tidak ringan karena jabatan dalam konteks agama Islam akan dipertanggungjawabkan bukan hanya di dunia namun nanti di Yaumil Akhir, akhirat.
Pemilu sebagai ajang perlombaan yang tidak sebentar tentu menjadi magnet terhadap dinamika kehidupan bermasyarakat. Dari hal yang positif seperti masyarakat dapat meningkatkan literasi politik dengan mempelajari visi dan misi calon presiden dan wakil presiden serta calon anggota parlemen.
Selain itu, ada persoalan yang negatif seperti munculnya berita-berita hoax yang berpotensi mengadu domba masyarakat serta konten berita tersebut tidak berdasarkan fakta sebagaimana lazimnya sebuah karya jurnalistik.
Pada konteks ini perlu penguatan kembali mengenai pentingnya memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa. Siapapun nanti yang akan menjadi pemimpin Indonesia sejatinya bukan menjadi pemimpin bagi sebagian kelompok akan tetapi menjadi pemimpin bagi rakyat Indonesia.
Pelaksanaan Pemilihan Umum menghabiskan biaya yang tidak sedikit, bahkan dalam pelaksanaannya telah berguguran para pejuang demokrasi. Sehingga Pemilu tahun 2019 ini, harus dimaknai sebagai pembelajaran politik yang edukatif serta melahirkan pemimpin yang amanah.
Perbedaan pandangan dan pilihan adalah keniscayaan, kita maknai sebagai sebuah pendewasaan dalam berpolitik. Akan tetapi, sikap saling menghargai dan menghormati dari perbedaan itu yang harus diutamakan dalam kehidupan berdemokrasi.
Munculnya sebutan-sebutan yang menjadi simbol pendukung para pasangan calon yang bernada “hinaan” tentu harus diakhiri dari sekarang. Alangkah indahnya jika kita saling menyebut dengan sebutan yang positif dan tidak bernada “hinaan”.
Rekonsiliasi bagi rakyat merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbedaan pilihan menjadi sebuah dinamika yang positif dalam membangun demokrasi.
Merajut tali persaudaraan di tengah-tengah kehidupan adalah yang lebih utama. Merajut kembali Ukhuwah Islamiyah, persaudaraan sesama umat Islam dan Ukhuwah Wathoniyah, persaudaraan sesama bangsa Indonesia pasca Pemilu merupakan hal yang harus diutamakan.
Menjaga silatuhrami merupakan hal yang utama. Rasulullah Saw bersabda; “Tidak dihalalkan bagi seorang muslim memusuhi saudara lebih dari tiga hari sehingga jika bertemu saling berpaling muka, dan sebaik-baik keduanya ialah yang mendahului memberi salam (HR. Bukhari).
Menurut Imam Nawawi, persengkataan harus diakhiri pada hari ketiga, tidak boleh lebih. Menurut sebagian ulama, di antara sebab Islam membolehkan adanya persengketaan selama tiga hari karena dalam jiwa manusia terdapat amarah dan akhlak jelek yang tidak dapat dikuasainya ketika bertengkar atau dalam keadaan marah. Waktu tiga hari diharapkan akan menghilangkan perasaan tersebut.
Penulis berharap Pemilu 2019 ini adalah Pemilu yang berimplikasi pendidikan kepada masyarakat serta Pemilu yang melahirkan pemimpin yang amanah untuk mengemban tugas selama lima tahun. Jikalau ada hal-hal mengenai Pemilu, kita berharap dapat diselesaikan secara konstitusional sehingga Pemilu 2019 ini dapat diterima oleh semua pihak.
Penulis, Praktisi Pendidikan tinggal di Kabupaten Bandung Barat.