HASIL SENSUS EKONOMI 2016
Sensus Ekonomi adalah kegiatan yang penting dalam mendapatkan informasi gambaran yang utuh mengenai perekonomian suatu daerah, sebagai landasan penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional maupun regional. Sensus Ekonomi di Indonesia dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Hal yang baru dari Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) dengan Sensus Ekonomi 2006 (SE2006) antara lain SE2016 berusaha mendapatkan informasi lain seperti penggunaan internet dalam kegiatan usaha (on-line), sistem waralaba (franchise), serta kepemilikan unit usaha/perusahaan (ownership).
Berdasarkan Hasil Sensus Ekonomi 2016, roda perekonomian Kabupaten Bandung Barat masih didominasi oleh tiga sektor usaha, yakni perdagangan besar dan eceran, penyediaan akomodasi dan makanan-minuman, serta industri pengolahan. Berdasarkan hasil pendataan usaha dan perusahaan dalam sensus ekonomi yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung Barat, ketiga sektor usaha tersebut menguasai 80,18% dari 156.289 usaha yang tercatat di seluruh Kabupaten Bandung Barat. Dibandingkan dengan jumlah usaha dari Sensus Ekonomi 2006, terdapat kenaikan sebesar 12,13% jumlah usaha dalam kurun waktu 10 tahun.
Hasil SE2016 juga merinci dari ketiga jenis usaha terbanyak, jenis usaha perdagangan besar dan eceran memimpin di posisi teratas. Terdapat 81.472 atau 52,13% pelaku usaha yang bergerak di sektor perdagangan besar dan eceran ini. Kemudian sektor usaha akomodasi dan makanan-minuman menduduki tempat kedua dengan porsi 15,18% atau 23.726 usaha dan sisanya, 12,87% atau 20,107 usaha bergerak di sektor industri pengolahan.
Hasil sensus ekonomi yang dilakukan sejak 2016 ini menunjukkan besarnya potensi Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kabupaten Bandung Barat. Sensus Ekonomi 2016 mencatat bahwa dari seluruh usaha yang berjalan di daerah ini, 98,98% di antaranya atau sebanyak 154.694 usaha tergolong ke dalam UMK. Sementara sisanya, 1,02% berskala Usaha Menengah Besar (UMB).
Dilihat dari sebaran usaha berdasarkan letak geografis, terungkap bahwa Kecamatan Lembang masih mendominasi pusat-pusat ekonomi yang ada. Sebanyak 11,06% usaha berada di Kecamatan Lembang, diikuti oleh Kecamatan Padalarang dan Ngamprah. Artinya, dari 156.289 usaha atau perusahaan yang ada di seluruh Kabupaten Bandung Barat, 17.284 di antaranya berada di Kecamatan Lembang. BPS Kabupaten Bandung Barat juga mengulik sebaran data berdasarkan kategori lapangan usaha berdasarkan jenis sektor usaha. Hasilnya, dari 346.770 tenaga kerja baik formal dan informal yang ada di Kabupaten Bandung Barat, 37,92% di antaranya atau sebanyak 131.509 orang bekerja di sektor perdagangan besar dan eceran. Diikuti pekerja di sektor industri pengolahan sebesar 26,26%, akomodasi dan makanan-minuman 10,21%, dan selebihnya yakni 25,61% tersebar dari pertambangan, konstruksi, pendidikan, hingga kesehatan.
Salah satu temuan terpenting dalam SE2016 di wilayah Kabupaten Bandung Barat adalah, sebanyak 72,13% usaha di daerah ini masuk dalam kategori “rumah tangga luar tanpa bangunan khusus tempat usaha”. Artinya usaha dilakukan bukan pada bangunan yang memang diperuntukan khusus untuk usaha. Hal yang menarik lainnya adalah Sensus Ekonomi 2016 di Kabupaten Bandung Barat ini merupakan Sensus Ekonomi pertama yang diselenggarakan setelah pemekaran daerah dari Kabupaten Bandung di tahun 2007 sehingga hasil sensus ini dapat digunakan sebagai potret perekonomian Kabupaten Bandung Barat menuju 10 tahun keberadaannya.
RPJMD 2013-2018 Kabupaten Bandung Barat mengungkapkan beberapa permasalahan di berbagai bidang yang terkait dengan perekonomian, seperti kondisi jalan dan jembatan termasuk PJU untuk menjamin kelancaran arus barang dan jasa sebagian belum mantap dan masih kurang memadai. Jika kita lihat dari hasil Sensus Ekonomi 2016, pusat ekonomi di Kabupaten Bandung Barat terletak di Kecamatan Lembang dan Padalarang, sementara aktivitas ekonomi di kecamatan yang baru berdiri yaitu Kecamatan Saguling masih minim, dilihat dari jumlah perusahaan yang hanya 3.242 atau baru seperlima dari jumlah perusahaan di Kecamatan Padalarang, Sementara itu, kondisi Infrastruktur di Kecamatan Saguling terutama jalan masih sangat minim (BPS, 2016).
RPJMD Kabupaten Bandung Barat juga menyoroti permasalahan utama di bidang ketenagakerjaan yaitu belum maksimalnya peningkatan mutu dan produktivitas tenaga kerja melalui pendidikan dan keterampilan dan belum adanya kesesuaian antara pendidikan dan keterampilan yang ada saat ini dengan kebutuhan pasar kerja. Permasalahan lainnya adalah belum optimalnya pengembangan semangat kewirausahaan bagi penduduk usia kerja agar mampu bekerja secara mandiri dan menciptakan lapangan kerja baru. Apabila kita mengambil sampel pada Kecamatan Saguling, dilihat dari jumlah pencari kerja, di tahun 2015 terdapat 9.489 orang, sementara berdasarkan hasil SE2016 terdapat 4.854 tenaga kerja yang bekerja di Kecamatan Saguling. Sementara 29,66% angkatan kerja di kecamatan tersebut adalah tamatan SD.
Dari gambaran umum hasil SE2016 yang telah diuraikan diatas dan isu-isu permasalahan yang dihadapi Kabupaten Bandung Barat, implikasi kebijakan yang dapat diambil antara lain meningkatkan pembangunan infrastruktur terutama jalan di kecamatan-kecamatan yang masih minim kegiatan usaha seperti Kecamatan Saguling, Sindangkerta dan Cisarua. Selanjutnya, tantangan di Kabupaten Bandung Barat tidak hanya untuk menciptakan lapangan kerja, namun juga untuk meningkatkan cakupan pekerjaan formal. Seperti kita ketahui bahwa pembangunan selalu menyebabkan pergerakan orang keluar dari pertanian ke sektor manufaktur dan jasa. Tapi terbatasnya pekerjaan di sektor formal dan yang tersedia adalah pekerjaan yang sedikit membutuhkan atau tanpa keterampilan. Jalan keluarnya adalah untuk meningkatkan cakupan pekerjaan formal.