TANGGAL 25 November merupakan hari bersejarah bagi para guru di tanah air, pada tanggal tersebut selalu diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hari guru erat kaitannya dengan berdirinya sebuah organisasi besar, tempat berkumpulnya para guru, yaitu PGRI yang merupakan peleburan dari organisasi guru pada saat itu yaitu pada tanggal 25 November 1945, seratus hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Hari Guru Nasional memberikan berbagai pesan terkait dengan persoalan dan masa depan pendidikan, diakui atau tidak, guru menjadi ujung tombak pendidikan. Berbagai penelitian terkait dengan kualitas pendidikan, guru menjadi instrumen strategis. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Professor John Hattie dari University of Auckland (Ratih Hurriyati, 2016) faktor dominan penentu prestasi siswa adalah: (1) karakteristik siswa (49%), serta (2) guru (30%), (3) lain-lain (21%). Beberapa penelitian lain juga memperlihatkan besarnya pengaruh kemampuan guru terhadap hasil pendidikan.
Sejalan dengan itu, berbagai peraturan lahir yaitu untuk memperkuat posisi guru seperti Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, salah satunya mengenai program sertifikasi guru. Perjuangan ke arah yang lebih baik merupakan perjuangan yang membutuhkan komitmen, lahirnya UUGD, banyak tokoh yang mendorong serta mengawal lahirnya regulasi tersebut, salah seorang tokoh pendidikan yang turut berkontribusi besar yaitu Prof. Dr. Mohamad Surya yang wafat pada 13/11/2018. Berkat perjuangannya melalui PGRI, program sertifikasi, guru memperoleh sertifikat sebagai guru profesional melalui portopolio, PLPG, dan sekarang PPG. Kensekuensinya para guru mendapatkan tunjangan profesi.
Seiring dengan itu, berbicara persoalan kesejahteraan guru, tentu menjadi bahan perbincangan yang menarik, di lapangan masih terdapat guru yang berstatus non PNS mendapatkan honorarium di bawah Rp. 500.000/bulan. Walau pun begitu, semangat guru dalam mengabdi tak pernah berhenti. Iwan Hermawan, Sekjen FGII, dalam akun facebooknya (23/11) menulis sebuah harapan terkait dengan penghasilan guru honorer minimal sama dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Begitupun mengenai perubahan status yang diimpikan para guru non PNS apalagi yang mengabdi puluhan tahun mengharapkan adanya titik terang bahkan sejumlah guru non PNS yang sudah berusia 35 tahun ke atas, beberapa pekan lalu tidak bisa mengikuti tes CPNS hal tersebut terkendala aturan karena batas maksimal 35 tahun.
Salah seorang guru non PNS, berasal dari Indramayu bernama Sukma Umbara, beberapa pekan lalu, melakukan aksi dengan berjalan kaki dari Indramayu ke Jakarta, ia berharap dapat bertemu dengan presiden untuk menyampaikan aspirasi para guru non PNS. Lelah menjadi teman dalam perjalanannya, namun hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk memperjuangkan masa depan para guru non PNS.
Di sisi lain, lahirnya UUGD memberikan sinyal terkait dengan kebebasan para guru untuk berserikat dalam sebuah organisasi profesi. Lahirnya berbagai organisasi profesi guru menjadi penguat mengenai eksistensi sebuah perjuangan. Dalam UUGD disebutkan bahwa organisasi profesi guru merupakan perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
Perjuangan para guru melalui organisasi profesi guru memiliki ciri khas ada yang lebih konsen pada pengembangan profesionalisme guru, ada yang konsen pada pengkajian regulasi, ada yang konsen pada perjuangan terkait dengan perubahan status/kesejahteraan guru, dan sebagainya. Bagi penulis, lahirnya berbagai organisasi profesi guru dapat menjadi kekuatan untuk bersama-sama melakukan perlindungan terhadap guru, walau pun berbeda warna namun tetap seirama dalam membela dan memartabatkan guru.
Peringatan Hari Guru Nasional yang ke-73 memberikan penguatan untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dalam sebuah pengabdian. Mendidik merupakan tugas mulia, maka tentu profesi ini harus dibingkai dengan keikhlasan, hal itu akan menjadi spirit yang kuat dalam menjalankan tugas mulia tersebut. Di sisi lain, betapa pentingnya perlindungan guru ini berjalan secara sinergis oleh pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.