NGAMPRAH,BBPOS- Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker),menerima alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2024.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2024, Kabupaten Bandung Barat mendapatkan total dana sebesar Rp 8.683.403.000.
Kepala Bidang Pelatihan, Produktivitas, Penempatan, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (P3TKT) Disnaker KBB, Dewi Andani mengatakan ,anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung program pelatihan kerja dan jaminan sosial bagi petani tembakau.
“Jadi anggaran DBHCHT tahun ini fokus pelatihan kerja dan penyediaan anggaran untuk pembayaran BPJS Ketenagakerjaan bagi para petani tembakau,” ujar Dewi Andani.
Menurutnya, untuk realisasi program BPJS Ketenagakerjaan belum dapat dilaksanakan sepenuhnya.
“Proses untuk program BPJS Ketenagakerjaan masih panjang. Kami masih perlu menetapkan jumlah petani yang akan menerima manfaat tersebut, yang menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK), harus disahkan melalui SK Bupati,” katanya.
Sementara itu, Disnaker KBB sudah melaksanakan kegiatan pelatihan bagi petani tembakau, seperti pelatihan menjadi bakrie dan barista. Pelatihan tersebut dilakukan di dua lokasi, yakni Gapoktan Rongga dan Cililin, dengan masing-masing pelatihan diikuti oleh 20 peserta.
“Pelatihan bakrie dan barista ini adalah salah satu upaya kami untuk meningkatkan keterampilan petani, sehingga mereka memiliki keahlian lain di luar sektor pertanian,” katanya.
Jumlah petani tembakau di KBB sendiri, menurut Dewi, sekitar 875 orang, meskipun data resmi belum didapatkan secara pasti.
“Jumlah petani tembakau sebenarnya ada di Dinas Pertanian, namun kami mencoba mengumpulkan data dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Dari data sementara, ada sekitar 875 petani tembakau yang mengelola 127 hektar lahan,” ungkapnya.
Terkait dampak DBHCHT, Dewi menjelaskan bahwa meskipun petani tembakau tidak bisa dikategorikan sebagai pengangguran, pekerjaan mereka bersifat musiman.
“Oleh karena itu, melalui program pelatihan yang kami fasilitasi, kami berharap petani memiliki keterampilan lain untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Misalnya, istri petani bisa belajar membuat kue, sedangkan suaminya bisa menjadi barista,” katanya.
Disnaker juga memberikan pelatihan menjahit dan desain grafis, tergantung pada proposal yang diajukan oleh kelompok petani.
“Kami sifatnya hanya memfasilitasi sesuai dengan proposal yang diajukan. Jika ada kelompok yang ingin belajar menjahit, kami sediakan mesin jahit. Begitu pula dengan pelatihan lain seperti desain grafis,” tambah Dewi.
Ia menekankan bahwa pelatihan tidak ditentukan secara top-down, melainkan berdasarkan kebutuhan dan keinginan kelompok petani.
“Kami tidak ingin memaksakan program yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, karena hal itu tidak akan bermanfaat,” jelasnya.
Dalam penyusunan anggaran, Ketua APTI (Asosiasi Pengusaha Tembakau Indonesia) juga dilibatkan untuk memastikan program berjalan efektif.
“Disnaker KBB menerima anggaran sekitar Rp 456 juta untuk tahun ini, dengan alokasi Rp 200 juta khusus untuk BPJS Ketenagakerjaan. Dana ini juga dibagi ke beberapa dinas lain, seperti Dinas Perindustrian dan Dinas Pertanian,” ungkap Dewi.
Terkait kendala pelaksanaan program, Dewi menyatakan bahwa tidak ada masalah signifikan, namun dibutuhkan monitoring yang intensif.
“Kami harus rajin memantau agar bantuan yang diberikan bisa dimanfaatkan dengan maksimal,” ujarnya.
Menutup wawancara, Dewi berharap agar program ini dapat meningkatkan taraf hidup petani tembakau.
“Dengan pengetahuan, keterampilan, dan bantuan yang kami berikan, kami berharap petani bisa memperbaiki kondisi ekonomi mereka,” pungkasnya.