NGAMPRAH, BBPOS,- Sejumlah politisi sudah mulai beradu geulis dengan memasang baliho bergambar wajah dirinya, padahal pemilihan umum (Pemilu) 2024 masih sekitar 1 tahun lagi.
Baliho beragam ukuran berjejal di pinggir dan sudut-sudut jalan. Gambar besar wajah diri politisi dengan pesan-pesan klise dan basi terpampang di jalanan merusak pemandangan.
Ratusan bahkan mungkin ribuan baliho bergambar wajah para politisi ini memang tak secara langsung berisi pesan atau ajakan terkait pemilihan.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Arlan Siddha menilai bahwa beberapa partai sudah mengawali sosialisasi agar dekat dengan masyarakat dengan cara memasang baliho atau spanduk.
“sudah banyak calon, banyak partai, yang mengawali sosialisasi dirinya agar masyarakat lebih dekat, lebih cepat, berkait dengan calon-calon yang bermain di 2024. Menurut saya hal yang biasa saja, apalagi 2023 tahun politik, di 2023 ya bertarung itu ditentukan,” kata Arlan saat dihubungi, Rabu (18/1/2023).
Menurutnya, banyak baliho yang menempel di jalan-jalan tidak hanya terjadi di Bandung Barat namun berbagai daerah juga sudah mulai melakukannya.
“jadi hal ini tidak hanya terjadi di Bandung Barat saja, di belahan lain juga sudah menjual dalam tanda kutip menjual dirinya pada khalayak banyak, terlihat seolah-olah di unggulkan di daerah tersebut, diliat oleh banyak warga,” tutur Arlan.
Arlan juga tidak menafikan bahwa pemasangan baliho dan cara partai politik berkampanye masih menggunakan cara konvensional.
”Pembagian kalender pemasangan baliho dan sebagainya, konvensional tapi terlihat strategis dan peran pasar ini terlihat megah, ada fotonya di dunia nyata, sekali lagi bahwa ada strategi pasar masyarakatnya melihat secara riil,” jelas Arlan
Di tahun politik ini, Arlan mengatakan partai politik baiknya tidak hanya mengunakan baliho, juga mulai kampanye digital.
“dengan baliho sifatnya masih terlihat. Kalau menurut saya di 2023 , harus secara mix ada digital dan konvensional, dan hal itu dilakukan mempunyai efek yang lebih besar,” tutur Arlan.
“Bandung Barat setengah ada di pedesaan dan setengah ada di kota, sehingga cara memadukan seperti tadi sangat relevan” sambung Arlan.
Tidak hanya itu, kata Arlan, Partai Politik juga perlu kampanye secara digital untuk menggaet pemilih muda atau dari generasi Z dan milenial.
“mereka sudah tidak lagi melirik baliho pinggir jalan, memang sudah tidak efektif, tapi kalau melihat kemegahannya memang megah menggunakan baliho,” terang Arlan.
Arlan mengatakan gen Z dan Milenial memandang baliho justru sebagai sampah visual, dan mereka cenderung suka kepada hal-hal digital dan kreatif.
“Milenial yang kritis menganggap baliho sebagai sampah visual, mereka lebih suka kepada hal-hal digital, dan hal yang kreatif,” terang Arlan.
Kampanye digital justru akan sulit ditingkat bawah, kata Arlan, karena tidak semua menerima fasilitas dengan handphone pintar mereka, dan cara kampanye melalui baliho tentu tidak cocok di kota.
“Tapi sekali bawah ditingkat bawah, kalau ini mereka agak susah untuk menerima fasilitas dengan gadget ini, kalau cara baliho ini digunakan di kota ini tidak relevan betul dan dianggap sampah visual” tutupnya.