“Nak, sini duduk dekat ayah, maukah mendengarkan cerita ayah tentang sang katak?” tanya ayah kepada anaknya yang sedang asyik merapikan rak bukunya. Mendengar ucapan ayahnya, sang anak pun segera menghampiri ayahnya “Baik ayah, pasti seru nih,” jawab anaknya dengan muka riang.
Ayah dan anaknya kemudian duduk berdampingan, suasana yang riang dan sahdu yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata karena kebersamaan ayah dan anaknya yang luar biasa. Hal itu, momen yang kiranya perlu dipertahankan di mana sang ayah meluangkan waktu bersama anaknya.
“Begini Nak, suatu hari ada seekor katak yang mengikuti lomba memanjat menara bersama katak lainnya. Mereka pun berkumpul untuk mengikuti lomba tersebut,” ayahnya memulai cerita.
Namun sebelum suara tanda dimulainya lomba, dari kejauhan terdengar suara para penonton yang mengatakan bahwa menara itu sangat tinggi dan tidak mungkin ada peserta yang dapat mencapai puncak menara itu.
Obrolan penonton pun terdengar oleh para peserta. Mendengar obrolan para penonton tersebut, tak sedikit katak yang terpengaruh yang awalnya begitu bersemangat mengikuti lomba tiba-tiba banyak peserta yang kena mental.
“Aduh menaranya amat tinggi bisa ngga ya aku meloncat menara itu?” ucap salah seorang peserta lomba.
“Iya…. menaranya amat tinggi, aku pun sama takut jatuh,”sahut peserta lainnya.
Kemudian suara peluit sebagai tanda dimulainya perlombaaan memanjat menara dimulai. Semua peserta mulai meloncat ke atas menara. Tiba-tiba, satu persatu katak mulai berjatuhan. Peserta lomba pun sambil berucap, “Aduh.”
Peserta satu persatu jatuh dari menara dan gugur sebagai peserta, namun ternyata ada satu peserta yang terus meloncat dengan baik dan akhirnya menuju puncak menara.
“Nak, tahukan kamu kenapa katak tersebut tetap semangat menuju puncak menara dan berhasil menjadi juara?” sang ayah kemudian bertanya kepada anaknya.
“Maaf yah, kenapa ya padahal menaranya amat tinggi?” Sang anak pun balik bertanya penuh keheranan.
“Nak, ternyata rumus yang dilakukan sang katak karena ia tuli,” ucap sang ayah. Mendengar jawaban ayahnya… ia pun bertanya kembali, “maksud tuli itu kenapa ya?
“Begini Nak, sang katak itu tak memperdulikan ucapan sekelilingnya. Ucapan yang tak membuat ia bersemangat. Katak itu hanya fokus untuk menaiki menara dan mencapai puncak dengan baik,” sang ayah menuturkan maksud tuli kepada anaknya dengan nada semangat.
Pada saat seseorang menggapai cita-cita, pastinya ia akan dihadapkan dengan obrolan yang membuatnya pesimistis. Menyikapi hal itu, kita harus memiliki kemauan yang tinggi untuk meraih cita-cita jangan sampai obrolan tersebut menghalangi, menunda, dan merebut cita-cita kita.
“Nak, kita harus tuli…. agar ucapan di sekeliling yang membuat kita pesimistis itu tidak menyebabkan runtuhnya semangat kita, jadilah generasi yang selalu berpikir positif dalam meraih cita-cita. Bersungguh-sungguh dalam mewujudkan sesuatu,” ucap sang ayah.
“Ayah teringat sebuah kata mutiara yang populer, Man Jadda wa Jada, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil. Semangatlah dalam meraih cita-cita, iringi setiap langkah kita dengan berdoa, berusaha, dan berserah diri kepada Allah SWT,” pungkas ayahnya mengakhiri obrolan dengan sang buah hatinya.