Pada Bulan Maret 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) telah menerbitkan publikasi Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2017. Publikasi tersebut memuat tentang angka kemiskinan berikut dengan karakteristik penduduk miskin di kabupaten/kota di Indonesia.
BPS sendiri menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Data dikumpulkan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Konsumsi Pengeluaran Maret 2017.
Profil Kemiskinan Bandung Barat
Data kemiskinan Bandung Barat pada tahun 2009 tercatat sebesar 17.61%, sedangkan pada tahun 2017 sebesar 11.49%. Dalam kurun waktu sembilan tahun terdapat pengurangan angka kemiskinan yang cukup signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa program pengentasan kemiskinan yang dijalankan cukup berhasil. Namun, dengan masih tingginya angka kemiskinan, banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah setempat.
Kabupaten Bandung Barat yang berusia lebih dari satu dasawarsa memiliki rapor kurang menggembirakan. Hal ini dikarenakan angka kemiskinannya pada tahun 2017 masih lebih tinggi dari Kabupaten Bandung yang hanya 7.36% , jauh lebih tinggi daripada Kota Bandung (4.17%) dan Kota Cimahi (5.76%) sebagai kabupaten/kota terdekat. Angka itupun juga lebih tinggi daripada angka kemiskinan Jawa Barat yaitu 8.71%.
Dari 11.49% penduduk miskin di Bandung Barat ternyata 55.77% tidak memiliki pekerjaan (termasuk pengangguran dan bukan angkatan kerja), 19.16% bekerja di sektor pertanian dan 25.07% bekerja bukan di sektor pertanian. Menilik pendidikan yang ditamatkan, penduduk miskin di Bandung Barat sebagian besar adalah lulusan SD/SLTP (77.33%) sedangkan 13.6% tidak lulus SD, dan sisanya (9.07%) lulusan SLTA ke atas.
Program Pegentasan Kemiskinan
Wagub Jawa Barat yang juga Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Jawa Barat dalam rakor TKPK, Senin 5 November 2018, Uu Ruzhanul Ulum, menekankan pentingnya sinkronisasi antara penanggulangan kemiskinan di provinsi dan kabupaten/kota. Hal tersebut seharusnya juga dilakukan oleh instansi terkait di Pemda KBB agar dapat melaksanakan program yang saling menunjang dan berkesinambungan untuk melipatgandakan penurunan angka kemiskinan .
Sesuai dengan misi Bandung Barat untuk mengurangi kesenjangan masyarakat dengan kebijakan yang pro-poor, pro-job, pro-growth, dan pro-environtment, program yang paling penting untuk dilakukan di KBB adalah penyediaan lapangan kerja, dan menumbuhkan wirausaha baru sebab lebih dari setengah penduduk miskin di KBB ternyata tidak bekerja. Sedangkan di bidang pendidikan, tercatat sebagian besar penduduk miskin hanya memiliki ijazah SD/SLTP sehingga kurang memiliki daya saing. Untuk itu dirasa perlu untuk membekali penduduk tersebut dengan ketrampilan khusus agar dapat memberdayakan dirinya, sejalan dengan misi Bandung Barat menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat berbasis kearifan lokal dan kreativitas.
Dengan terpilihnya AKUR sebagai pemimpin baru Kabupaten Bandung Barat, diharapkan mampu membawa seluruh instansti terkait di KBB untuk saling bahu membahu dan bersinergi untuk melaksanakan visi dan misi KBB sehingga bukan sekadar retorika semata.