Cipeundeuy, BBPOS – Camat Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB) Heri Kamaludin mengaku menerima banyak keluhan dari warga yang tinggal di sekitar kawasan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di perairan Waduk Cirata.
Menurutnya, keluhan yang muncul tersebut disebabkan oleh belum adanya sosialisasi kepada masyarakat sekitar terkait pembangunan PLTS.
“Mereka mengeluhkan sampai saat ini, proses tersebut belum ada kejelasan apapun yang harusnya disosialisasikan kepada masyarakat sekitar,” ujar Heri kepada BBPOS, Senin (26/7/2021).
Heri menyebutkan proyek tersebut berada diatas genangan PLTA Cirata, yang mencakup dua wilayah yakni, Kecamatan Cipeundeuy, KBB dan Kecamatan Maniis, Purwakarta.
Selain itu ada empat desa yang masuk dalam kawasan itu diantaranya, desa Ciroyom, Sirnagalih, Ciharashas dan Margalaksana.
“Dari ke empat desa itu, pihak pembangun ataupun investor itu belum ada sosialisasi dan hingga saat ini pembangunan terus berjalan,” ujar Heri.
Disamping minim sosialisasi, kata Heri, pembangunan PLTS pun belum mengkaji memberikan kajian amdalnya seperti limbah yang nantinya ditimbulkan.
“Masyarakat perlu mengetahui bagaimana kajian amdalnya. Sebelum ada pembangunan PLTS saja sudah panas, apalagi ada PLTS, akan lebih panas,” pungkasnya.
Sementara itu, salah seorang warga Haris (45) warga Ciroyom Kecamatan Cipeundeuy mengaku kecewa oleh pihak pembangunan PLTS. Pasalnya, keberadaan kolam jaring apung untuk mencari nafkah tertutup.
“Kehadiran PLTS itu jangan sampai KJA disana ditiadakan, para pencari nafkah mau kerja kemana lagi kalau itu sampai terjadi,” ungkapnya.
Ia menilai pemerintah kabupaten dan provinsi terkesan lepas tangan dengan pembangunan tersebut. Walaupun proyek tersebut memang merupakan proyek nasional.
“Itu memang proyek nasional, dikerjakan pemerintah pusat. Tapi masyarakat ini kan butuh kehidupan untuk kebutuhan meraka sehari-hari, sosialisasi saja ga ada kepada kita yang sebagai masyarakat,” tandasnya.
Diketahui, proyek PLTS terapung pertama di Indonesia dan yang terbesar di Asia ini merupakan hasil kolaborasi antara anak perusahaan PLN dengan investor dari Uni Emirate Arab (UEA) yang dibangun dengan anggaran lebih dari Rp1,8 triliun.