Padalarang, BBPOS – Pendaftaran peserta didik baru (PPDB) ke tingkat SMA/SMK melalui sistem online dikeluhkan sejumlah pihak. Termasuk kepala sekolah di wilayah Kabupaten Bandung Barat.
Kepala sekolah SMP banyak mendapat keluhan dari pihak wali siswa maupun orantua siswa yang sulit mendaftarkan anaknya ke SMA/SMK dengan sistem online.
Kepala sekolah SMPN 2 Padalarang, Jaka mengungkapkan, saat ini mayoritas orangtua siswa meminta pendaftaran anaknya ke jenjang SMA secara kolektif dengan bantuan operator sekolah.
“95% orangtua mengandalkan untuk pendaftaran ke SMA/SMK dikolektifkan melalui operator sekolah. Sedangkan kita juga harus menerima sama seperti itu, dari SD ke SMP. Jadi kita nginput datanya 2 kali, repot kan,” ungkap Jaka kepada BBPOS.com, Selasa (09/06/2020).
Menurut dia, ada 2 kategori pendaftaran di tahun ini, yakni jalur khusus dan umum. Jalur kedua itu terdiri dari afirmasi, prestasi, kepindahan orangtua dan anak guru.
Dengan melalui online kata dia, semua persyaratan yang ada itu harus di upload oleh operator SMP. Misalkan dari mulai SKTM, KIP, KKS dan KIS data tersebut pun harus di upload.
“Semua persyaratan yang ada itu harus di upload, nah di upload itu oleh operator kita dan itu secara mendadak. Jadi dari SD ke SMP kita yang melaksanakan untuk online. Kemudian dari SMP ke SMA kita juga yang melakukan,” ujar dia.
“Jadi kita harus ada 2 panitia, padahal di RKS kita tidak merencanakan 2 panitia. Merencanakannya panitia PPDB saja dari SD ke SMP karena dari dulu itu kan terjadi,” sambung Jaka
Jaka mengaku sistem pendaftaran ke jenjang SMA tahun ini seolah mewajibkan menggunakan sistem online. Pasalnya, tak semua orangtua mengerti penggunaan sistem online.
Ia menilai, pendaftaran secara online sebaiknya tidak dipaksakan. Dinas Pendidikan Provinsi Jabar harus memberi opsi lain. Tak semua orangtua bisa atau paham dengan sistem pendaftaran online.
“Meski udah sosialisasi melalui belajar dirumah dengan sistem Daring (online) tapi tetap saja tidak semua orangtua mengerti ataupun paham. Apalagi termasuk di daerah pelosok tidak semuanya kalaupun hp tidak semuanya punya android,” ucapnya.
Dampaknya, banyak orangtua siswa yang meminta bantuan ke pihak sekolah atau operator untuk mendaftarkan anaknya.
Padahal pihaknya tak mempunyai kewajiban karena tak ada dalam petunjuk teknis.
Jaka pun mengaku kewalahan dengan sistem PPDB yang cukup memberatkan para operator. Terlebih dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pun sudah 3 bulan tak kunjung cair. Hal itu membuat Jaka keteteran membayar honor para operator yang jam kerjanya bertambah.
“Terus dana bos sampai sekarang juga belum turun apakah mereka bekerja dari pagi sampai sore bahkan ada yang lembur, apa tidak membutuhkan konsumsi? Operator saja ada 5 orang dari tanggal 7 Juni sudah menginput data. Kita kerepotan. Kami meminta pemerintah bisa memfasilitasi kelancaran pendaftaran PPDB SMA/SMK tahun 2020,” ucap Jaka.