Bandung, BBPOS- Bupati Bekasi nonaktif, Neneng Hasanah Yasin dituntut JPU KPK hukuman tujuh tahun dan enam bulan, denda Rp 250 juta, subsidair kurungan empat bulan.
Hal tersebut terungkap dalam sidang tuntutan kasus dugaan suap proyek Meikarta dengan terdakwa Neneng Hasanah cs, di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (8/5/2019).
Sidang yang dipimpin Tardi tersebut, Penuntut Umum (PU) KPK membacakan tuntutan untuk kelima terdakwa sekaligus.
Dalam amar tuntutannya, JPU KPK Yadyn menyatakan para terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan, bersama-sama dan berkelanjutan melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dakwaan kedua yakni pasal 12 hurup b undang-undang Tipikor.
“Memohon majelis yang menangani perkara terdakwa, agar menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Neneng Hasanah Yasin hukuman penjara tujuh tahun dan enam bulan, denda Rp 250 juta, subsidair kurungan empat bulan,” katanya.
Selain itu, terdakwa Neneng juga diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp 318 juta subsidair kurungan satu tahun. Selanjutnya, terdakwa juga diberikan hukuman tambahan berupa hak dipilihnya sebagai pejabat publik dicabut selama lima tahun.
“Menuntut terdakwa Jamaludin, Dewi Tisnawati, Sahat Maju Banjarnahor dan Neneng Rahmi masing-masing hukuman enam tahjn denda Rp 200 juta, subsidair kurungan tiga bulan,” ujarnya.
Sementara itu terdakwa Dewi Tisnawati diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 80 juta atau jika tidak bisa membayar diganti hukuman penjara selama tujuh bulan. Begitu juga terdakwa Sahat diharuskan membayar uang pengganti Rp 50 juta atau diganti hukuman penjara enam bulan.
Sebelum membacakan tuntutannya, JPU KPK menyebutkan hal yang memberatkan dan meringankan sebagai bahan pertimbangan. Yang meberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah.
Sementara yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya, bersikap sopan dan terus terang di persidangan, menyesal, serta belum pernah dihukum. Selai. Itu para terdakwa sudah mengembalikan semua uang kerugian negara.
Atas tuntutan tersebut Neneng akan mengajukan pleidoi atau nota pembelaan. Sidang yang dipimpin Tardi ditunda pekan depan dengan agenda mendengarkan nota pembelaan.
Seperti diketahui Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin, bersama-sama mantan Kadis PUPR Jamaludin, mantan Kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati, mantan Kadiskar Bekasi Sahat Maju Banjarnahor, dan mantan Kabid Tata Ruang PUPR Neneng Rahmi Nurlaili didakwa menerima suap proses izin Meikarta.
Para terdakwa melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan menerima hadiah atau janji, yaitu para terdakwa telah menerima uang seluruhnya sejumlah Rp16,182 miliar dan SGD 270 ribu atau dengan total Rp 18 miliar.
“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai Bupati Bekasi,” katanya.
Adapun jika dirinci, jumlah uang suap mengalir kepada Neneng Hasanah Yasin
Rp10, 830 miliar, dan SGD 90 ribu, Jamaludin menerima Rp1, 2 miliar, Dewi Tisnawati Rp 1 miliar, dan SGD 90 ribu, kemudian Sahat Maju Banjarnahor Rp 952 juta, dan Neneng Rahmi senilai Rp 700 juta.
Selain kepada para terdakwa, uang dari proyek Meikarta atau dari PT Mahkota Semesta Utama juga mengalir kepada Kadis LH Bekasi Daryanto Rp 500 juta, Kabid Bangunan Umum PUPR Tina Karini Suciati Rp 700 juta, Kabid Tata Ruang PUPR Edi Yusuf Rp 500 juta, Sekda Jabar Iwa Karniwa Rp 1 miliar, dan Kasi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruan Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Pemprov Jabar Yani Firman senilai SGD 90 ribu.
JPU KPK menyatakan, para terdakwa menerima suap untuk kepentingan berbeda. Akan tetapi pada umumnya terkait perizinan proyek Meikarta. Besaran uang yang diterima pun berbeda-beda.
“(Pemberian suap) agar terdakwa Neneng Hasanah Yasin menandatangani IPPT atau izin peruntukan penggunaan tanah pembangunan Meikarta sebagai salah satu syarat untuk penerbitan IMB tanpa melalui prosedur yang berlaku,” ujarnya. (Ay)