Bandung, BBPOS – Bupati Cianjur nonaktif Irvan Rivano Muchtar membantah semua dakwaan dan keterangan saksi terkait aliran dana DAK pembangunan fisik SMP di Cianjur.
Hal itu terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi dana DAK pembangunan fisik SMP 2018, dengan total anggaran Rp 48,5 miliar, di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (8/7)2019).
Sidang mengagendakan keterangan saksi mahkota seperti sidang sebelumnya. Kini giliran Irvan bersaksi untuk tiga terdakwa lainnya, yakni Kadisdik Cianjur Cecep Sobandi, Kabid Pendidikan Disdik Cianjur Rosidin, dan pihak swasta Tb Cepi Setiadi.
Selama persidangan, Irvan membantah semua tuduhan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, hingga keterangan para saksi, dan terdakwa yang sebelumnya sudah diperiksa. Bahkan, keterangan dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) penyidik KPK pun dibantahnya, dan secara terang-terangan dicabutnya di persidangan.
Awalnya, ketua majelis Daryanto menanyakan soal peran Irvan dalam pengusulan hingga pencairan dana DAK. Irvan mengaku tidak tahu secara detail, namun mengetahui bakal adanya bantuan dana DAK dari Kemendiknas.
“Pak Cecep tidak pernah koordinasi dengan saksi sebelum DAK cair,” tanya Daryanto.
“Tidak pernah yang mulia, sama sekali tidak pernah,” katanya.
Daryanto kemudian membacakan keterangan Cecep Sobandi sebelumnya yang menyebutkan jika dirinya melaporkan dan berkoordinasi dengan Bupati (Irvan) soal bakal adanya dana DAK dari pemerintah pusat.
“Kemudian ada omongan saudara saksi soal ini tahun politik, dan memhutuhkan banyak dana kepada saksi Cecep,” lagi Daryanto bertanya.
Seperti sebelumnya, Irvan pun membantah dan mengaku tidak pernah mengatakan hal seperti itu. Begitu juga soal potongan dana DAK 7 persen, dan down payment (DP) dua persen sebelum dana cair dibantahnya.
Irvan juga membantah menyuruh Kadisdik Cecep Sobandi untuk berkoodinasi dengan Tb Cepi soal pemotongan dana DAK. Bahkan, dia mengaku tidak tahu menahu soal Cepi yang sering mendatangi Cecep dan mengatasnamakan dirinya.
Begitu juga soal pemotongan dana 7 persen hingga DP 2 persen, dan kesepakatan Disdik pemotongan dana DAK menjadi 17,5 persen, semua dibantahnya.
“Tidak pernah (terima uang dari Cepi 618 juta sebagai DP),” ujar Irvan.
Selain itu, Irvan pun membantah menerima uang dari Cecep terkait pembelian rumah di Garut sebagaimana keterangan saksi sebelumnya. Dia mengaku menerima uang pembayaran dari Cepi bukan dari Cecep.
“Tidak pernah, betul tidak pernah (menerima). Kalau untuk rumah diserahkan ke Cepi, kalau gak salah Rp 100 juta, yang kedua gak tahu,” ujarnya.
Daryanto pun langsung menanyakan kepada kepada terdakwa Cecep yang duduk di samping kuasa hukumnya.
“Betul yang mulia, saya serahkan langsung (Irvan) Rp 200 juta September 2017 di aula Pendopo, dan Rp 200 juta depan halaman Pendopo di November 2018,” kata Cecep yang langsung membantan pernyataan Irvan.
“Betul tidak pernah saksi, masa tidak ingat. Rp 200 juta kan gede,” tanya ketua majelis.
“Bukan tidak ingat, memang tidak pernah,” ujarnya.
Majelis hakim bergiliran terus mencecar Irvam soal penerimaan dana DAK. Namun Irvan tetap membantahnya. Bahkan hakim pun mengingatkan agar saksi tidak berbohong karena bisa dipidana. Padahal sebelumnya Saksi mengaku pernah menerima uang terkait penjualan rumah, tapi saat ini dibantah.
Anggota majelis Marsidin Nawawi pun mengaku heran dengan keterangan saksi. Terlebih saksi mengaku tidak tahu menahu soal pengusulan dana DAK Rp 900 miliar, yang akhirnya disetujui Rp 48 miliar, dan kepala dinas tidak pernah berkoordinasi dengan Irvan sebagai kepala daerah.
“Aneh kepala dinas langcang sekali mengajukan Rp 900 miliar tanpa koordinasi dan persetujuan bupati. Kemudian saat dana cair Rp 48 miliar, aneh juga langsung simpan di kas APBD tanpa lapor. Jadi kalau seperti itu bupati hanya admin saja (tandatangan),” tanya Marsidin.
“Betul,” tegas Irvan.
Tidak hanya itu Marsidin pun mempertanyakan soal pemotongan sebesar 7 persen yang tidak diakui Irvan, dan secara tidak langsung menuding Cepi Setiadi bertanggungjawab atas pemotongan tersebut.
“Tidak mungkin swasta ngarang-ngarang minta 7 persen ke Kadis. Tidak mungkin diterima begitu saja (tanpa perintah),” ujarnya.
Tidam hanya majelis yang mencecar Irvan, JPU KPK pun langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Sama seperti hakim, JPU pun keheranan dengan keterangan saksi yang terus membantah walaupun saksi lain berkata lain.
Awalnya JPU menanyakan soal penerimaan dana DAK Rp 48 miliar hingga adanya pemotongan, namun Irvan mengaku tidak mengetahuinya. Tapi saat ditanyakan soal dana Rp 4,5 miliar bantuan pemprov untuk mebeuler sekolah yang tidak terserap Irvan hatam.
“Jadi aneh soal bantuan Rp 48 miliar saudara sebagai bupatinya tidak tahu, padahal uang itu bergulir di daerah saudara. Tapi uang Rp 4,5 miliar yang tidak terserap tahu. Aneh bagi kami, padahal rentan waktunya hanya setahun,” ujarnya.
JPU pun kemudian menanyakan soal pemberian uang kepada Ade Barkah Rp 200 juta, Irvan mengakuinya dan uang tersebut merupakan milik pribadi hasil penjualan mobil, dan uang itu sudah diterimanya dari Cepi saat dikembalikan Ade Barkah.
Sidang diskors untuk salat Magrib dan makan malam. Sidang kembali dilanjutkan setelah Isya atau pukul 19.00 WIB. (Ay)