Membaca Dua Berita Di Harian Umum Pikiran Rakyat, edisi 19/4/2018 berita berjudul “Inilah Kisah Inka, Inspirasi untuk Semua” pada halaman 1 dan “Berita Semangat Generasi Milenial” pada halaman 6. Kedua berita tersebut memiliki kesamaan terkait dengan prestasi yang menjadi inspirasi dari sosok perempuan yang masih muda bernama Inka Kusmayanti dan Rifdah Farnidah.
Inka Kusmayanti dengan kondisi ekonomi keluarga yang sederhana, namun ia menjadi siswa yang berprestasi dan tercatat sebagai calon mahasiswa Fakultas Kedokteran Unpad Bandung. Begitupun Rifdah Farnidah, sosok perempuan muda yang mengharumkan Indonesia di tingkat internasional, ia meraih juara ke II pada Musabaqah Hifzhil Quran (MHQ) di Amman Yordania.
Dua sosok perempuan yang masih muda, tentu menjadi rujukan bagi generasi seusianya atau bagi generasi milenial. Di tengah keterbatasan ekonomi keluarga dan lain sebagainya, bukan sebuah penghambat bahkan mengubur dalam-dalam cita-cita kita. Akan tetapi, kita terus berusaha untuk mewujudkan impian disertai do’a, ikhtiar, dan berserah diri kepada Ilahi.
Di tengah berbagai persoalan yang menjadi tantangan generasi milienial seperti persaingan mencari lapangan pekerjaan, ancaman bahaya narkoba, pergaulan bebas, dan lain sebagainya adalah keniscayaan untuk terus memacu kemampuan diri. Dalam meraih sebuah keberhasilan membutuhkan kerja keras. Seorang ulama pernah mengatakan bahwa kesuksesan belajar tidak akan diraih secara maksimal jika tidak berusah payah meraihnya.
Misalnya anak belajar mengendarai sepeda, walau pun sempat jatuh namun ia tetap berusaha untuk bisa mengendarai sepeda, maka insya Allah anak tersebut akan bisa mengendarai sepeda tersebut. Begitupun dalam belajar, seorang siswa yang gigih dalam belajar, insya Allah ia akan memetik hasilnya.
Untuk meraih hal itu, ada baiknya jika merubah perkataan membuat diri pesimis dan selalu menyalahkan kondisi dengan berbagai alasan. Dalam istilah orang Sunda harus diubah perkataan “atuh da” menjadi “sok sanajan”. Seorang siswa jika ditanya terkait dengan sesuatu hal kemudian menjawab “atuh da” pasti sederet alasan akan diungkapkannya. Jika anak mengedepankan “sok sanajan” dalam kondisi keterbatasan dan tantangan, ia dapat menjawab serta menghiraukan ia berusaha meraih mimpinya.
Mainset atau pola pikir inilah yang harus dikedepankan, sehingga kita tidak menjadi generasi instan, mengharap sesuatu tanpa ada tindakan nyata atau kerja keras. Seperti sebuah kisah sang katak yang berlomba memanjat menara. Para penonton mengatakan bahwa tidak ada yang mungkin sampai ke menara karena jalannya licin. Satu persatu katak berjatuhan namun hanya satu katak yang berhasil sampai ke menara dan katak itu menghiraukan ucapan para penonton yang mengatakan kata-kata yang pesimis tersebut.
Kisah di atas bersifat fiktif namun inspisatif dan mengandung pelajaran penting bagi kita untuk menjadi “tuli”. Ya, “tuli” dengan menghiraukan kata-kata yang membuat kita pesimis. Jangan sampai ucapan pesimis membuat semangat kita luntur dan menunda impian yang ingin kita capai.
Man Jadda, Wajada, siapa yang bersungguh-sungguh, ia akan berhasil. Kiranya kata mutiara tersebut dapat menjadi penghias dalam merajut impian kita. belajar dan bekerja dengan sungguh-sungguh adalah bagian penting bagi generasi milenial untuk membangun impian. Berpangku tangan dan berharap kesuksesan menghampiri kita, bukanlah karakter yang baik bagi kita. Semoga kita dapat meraih kesuksesan, melalui doa, ikhtiar, dan tawakkal. Wallahu a’lam.