PADALARANG, BBPOS— Komisi II DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) menemukan kejanggalan ketika rapat koordinasi (rakor) menyoal carut marutnya manajemen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PTMgs yang bergerak pelayanan publik mengenai air bersih.
Rakor beberapa waktu lalu di Hotel Kamboti Bandung, Komisi II mengundang jajaran Direksi Perumda Titra Wibawa Mukti Bandung selaku manajemen baru BUMD bisnis air bersih, Bagian Ekonomi, asisten II, Inspektorat serta Bagian Hukum. Sehari seusai rakor, Komisi II bersama jajaran Direksi Perumdam Titra Wibawa Mukti Bandung Barat langsung menggelar inspeksi mendadak (Sidak) memantau aset-aset milik BUMD.
Ketua Komisi II DPRD KBB, Sundaya menyebutkan, hasil sidak menemukan kejanggalan yang dikelolah manajemen PT PMgs.
Menurutnya, Pemda Bandung Barat sebelumnya telah menggelontorkan penyertaan modal sebesar Rp. 35 miliar untuk menjalankan bisnis PT PMgs.
“Kejanggalan terutama soal penyertaan modal pemda sebesar Rp35 miliar untuk PT PMgs. Dana tersebut nyaris tidak ada digunakan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) air,” ucap Sundaya dihubungi, Rabu 14 Juni.
Ia juga mengaku ironis bisnis yang dijalankan oleh PT PMgs. Disaat penyertaan modal digelontorkan Rp.35 miliar, PT PMgs malah melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yakni PT N-Three dengan nilai investasi Rp.5 miliar.
“Jadi beban BUMD hari ini. Padahal saat itu anggaran penyertaan modal sedang digelontorkan tapi malah kontrak dengan pihak ketiga,” jelas Sundaya.
Pembangunan sarana prasarana bisnis air minum itu, kata Sundaya malah didanai oleh pihak ketiga PT N-Three serta PT Bravo yang melakukan investasi.
“Mereka itu berinvestasi dengan kontrak kerja 20 tahun bahkan diperpanjang menjadi 22 tahun sehingga kami mempertanyakan penyertaan modal Rp.35miliar untuk membangun apa? dan di lapangan faktanya tidak ada,” beber Sundaya.
Sarana prasana bisnis itu, kata Sundaya, dibangun menggunakan dana bantuan APBN dan APBD Provinsi Jawa Barat.
Pembangunan reservoir (tempat penampungan air) dibiayai dari APBD tanahnya milik PUTR artinya milik aset milik pemda, dan rumah pompa dibiayai melalui APBN. Sedangkan pipanisasi sebagaian dibiayai APBN serta dilanjutkan oleh PT N-Three.
Itu pun hanya sampai Padalarang. Dari Padalarang hingga PT Ultra, PT PMgs pinjam lagi uang ke PT Ultra yang dikonversikan ke harga air. Pun juga ke Kotabaru pinjam uang yang dikonversikan dengan nilai air.
“Jelas merugikan Bandung Barat menjual ke masyarakat Rp.6 ribu per meter kubik ke Kotabaru dan Ultra hanya Rp300 ribu per meter kubik karena dianggap telah meminjamkan uang. Lantas
penyertaan modal Rp.35miliar dibangun untuk apa?,” jelasnya.
Dengan tidak jelasnya penyertaan modal untuk BUMD, Sundaya menyebutkan, ada dugaan korupsi. “Dugaan korupsi sudah jelas termasuk penipuan juga pasal 372 dan 378,” tutupnya. ***