Bandung,BBPOS – Kuasa hukum Neneng Hasanah Yasin, Luhut Sagala keberatan dengan tuntutan 7,5 tahun. Selain itu, dia juga mempertanyakan penuntut menerapkan pasal 12 hurup b.
Luhut mengatakan, ada dua hal yang menjadi catatan olehnya.Menurutnya, pasal yang dibuktikan jaksa yakni pasal 12 huruf b atau dakwaan kedua kurang tepat. Kecuali jika jaksa menerapkan dakwaan ketiga.
“Kalau dakwaan kedua (pasal 12 hurup b) intinya menyalahgunakan wewenang yang bertentangan dengan kewajiban bupati. Menandatangani IPPT kan kewenangan bupati, apalagi lahannya di atas 10 hektare,” katanya usai persidangan.
Luhut pun lantas menantang JPU KPK untuk membuktikan jika memang penandatanganan IPPT yang dilakukan bupati tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Sementara tuntutan 7,5 tahun yang diberikan jaksa, Luhut juga mengaku itu terlalu besar. Apalagi saat pemeriksaan hingga di persidangan Neneng Hasanah Yasin sangat terbuka. Bahkan, KPK mengetahui ada suap besar Rp 10 miliar darinya.
“Bu Neneng sangat terbuka, awalnya KPK hanya tahu yang (suap) RDTR. Yang besarnya gak tahu, Bu Neneng yang buka,” ujarnya.
Oleh karena itu, Luhut dalam pembelaannya akan menyampaikan semuanya, dan akan meminta majelis untuk mempertimbangkan kejujuran Neneng Hasanah Yasin di persidangan.
Soal adanya selisih (sisa) uang pengganti yang harus dibayar Neneng, yakni Rp 318 juta. Luhut mengaku akan memperhitungkannya lagi, dan akan berkoordinasi dengan KPK.
Sementara Penuntut Umum (PU) KPK, Yadyn mengaku adanya sisa uang pengganti yang harus dikembalikan Neneng, lantaran dalam perhitungan masih ada selisih yang belum dibayarkan dari total kerugian negara.
“Dari uang yang diterima Neneng dan yang sudah dikembalikan ternyata masih ada selisih sekitar Rp 318. Begitu juga dengan terdakwa Jamaludin dan Dewi Tisnawati,” ujarnya.(Ay)