NGAMPRAH, BBPOS – Likuiditas keuangan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung Barat (KBB) diperkirakan hanya cukup untuk menggaji tenaga kerja kontrak (TKK) sampai dengan bulan September tahun ini.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD KBB, Bagja Setiawan mengatakan, penyebab krisis keuangan yang dialami Pemda Bandung Barat dimulai adanya wabah pandemi pada tahun 2020. Hal itu membuat pemerintah harus melakukan recofusing APBD.
“Krisis keuangan yang dialami Pemkab Bandung Barat yang terjadi tiga tahun terakhir. Kondisi itu berdampak terhadap berbagai aspek,” ujar Bagja saat dihubungi, Sabtu (30/7/2022).
Menurutnya, selama wabah pandemi di dua tahun terakhir, terdapat beberapa pengurangan, seperti, Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat, koreksi Dana Bagi Hasil (DBH) dari Provinsi.
Memasuki tahun 2021, lanjut Bagja, kondisi keuangan Pemkab Bandung Barat tak kunjung membaik. Masih adanya pandemi COVID-19 membuat Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Bandung Barat akhirnya dikurangi 4 persen.
“Kemudian ada juga pergeseran DAU 8 persen untuk penanganan COVID-19 serta koreksi DBH dari Pemprov Jabar. Tahun ini juga sama terjadi lagi. Sekarang ada penundaan DAU karena keterlambatan pelaporan dari kita,” kata Bagja.
Kondisi pendapatan dari berbagai sumber yang belum optimal itu, ungkap Bagja, diperparah dengan kinerja Pemkab Bandung Barat yang menurutnya kurang cermat dalam membuat perencanaan anggaran.
Ia mencontohkan, dalam perencanaan APBD tahun ini Pemkab Bandung Barat mengasumsikan ada potensi penambahan anggaran untuk gaji Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (P3K) sebesar Rp 100 miliar dari DAU pemerintah pusat. Namun pada kenyataannya DAU tersebut tidak turun.
“Otomatis dalam perjalanan kita defisit Rp 100 miliar gara-gara DAU kita tidak bertambah untuk komponen gaji P3K. Boleh dikatakan kurang cermat dalam perencanaan. Komunikasi yang kurang, koordinasi dengan pemerintah di atasnya kan bisa jadi juga,” beber Bagja.
Politisi PKS itu juga menyoroti kinerja SKPD di Pemkab Bandung Barat. Seperti Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappeda) yang harus bisa memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengingat sumber pendapatan baik dari pemerintah pusat maupun provinsi realisasinya tidak sesuai estimasi dalam APBD.
Kemudian SKPD lainnya, kata dia, seharusnya bisa membuat skala prioritas belanja mana yang harus segera direalisasikan mana yang bisa ditangguhkan. “Itu kan harus dilakukan pengendalian untuk menutup defisit. Ini pelajaran buat kita ke depan mudah mudahan 2023 tidak terjadi lagi hal seperti ini,” ucap Bagja.
Dengan kondisi ini, lanjut Bagja, pihaknya bersama Pemkab Bandung Barat akan segera duduk bersama melakukan pembahasan untuk mengatasi permasalahan keuangan ini. Sebab jika tidak segera menemukan solusinya, maka dampaknya akan semakin meluas.
Solusi yang bisa ditempuh untuk mengurangi defisit anggaran itu di antaranya harus menaikan pendapatan disisa akhir tahun ini. Kemudian melakukan efisiensi anggaran di setiap SKPD di lingkungan Pemkab Bandung Barat.
“Ada efisiensi mana kira kira program yang tidak prioritas kita tunda, digeser ke tahun depan,” pungkasnya.