Bandung, BBPOS – Para napi tindak pidana korupsi (Tipikor) di Lapas Sukamiskin Bandung, dapat membeli kamar (sel) yang diinginkan bahkan merenovasi sesuai selera hingga merogoh kocek Rp 100 juta. Hal tersebut terungkap dalam kasus suap terhadap Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein, di Pengadilan Tipikor pada PN Klas1A Khusus Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (12/12/2018).
Dalam sidang dengan agenda kasaksian, JPU KPK menghadirkan seorang saksi, yaitu Andri Rahmat (penuntutan terpisah) yang sebelumnya menjalani sidang dakwaan dalam kasus yang sama sebagai penyuap Wahid Husein.
“Apakah adanya pembelian kamar (sel) diketahui oleh terdakwa Wahid Husein,” tanya anggota majelis, Marsidin Nawawi.
Andri menjelaskan, Fahmi datang ke Lapas Sukamiskin dengan membeli kamar (sel) yang keluar (penghuninya). Ia mengaku, pembelian kamar tersebut diketahui oleh pihak lapas yaitu Kepala Pengamanan Lapas (KPLP), yang saat itu dijabat oleh Selamet dan Kalapasnya masih Dedi Handoko.
Dalam sidang tersebut diketahui, selain menjadi tahanan pendamping (Tamping), Andri Rahmat juga bertugas melaksanakan renovasi beberapa sel kosong milik Fahmi kemudian setelah selesai direnovasi sel tersebut dijual kepada napi Tipikor yang baru masuk Sukamiskin.
“Kamar kosong yang tidak berpenghuni direnovasi dan modalnya dari Fahmi,” ujar Andri Rahmat.
Menurut Andri, setiap merenovasi kamar (sel) dia mematok harga RP 100 juta, dengan harga tersebut para napi Tipikor mendapat perbaikan atap, dinding, dan pembersihan kamar. Seperti halnya yang ia lakukan terhadap sel milik Asep Santika (terpidana kasus suap perizinan Subang).
“Semuanya ke saya, satu pintu. Pihak lapas mengetahuinya. Saya menggantikan Ihsan (bebas),” katanya.
Saat Anggota Majelis, Mursidin Nawawi menanyakan modal untuk merenovasi sel dan jasa tenaganya, Andri Rahmat menjelaskan, modal untuk merenovasi kamar Rp 35 juta dan untuk Kepala Pengamanan Lapas (KPLP) sebesar Rp 25 juta, dengan demikian Andri Rahmat mengaku mendapat untung sekitar Rp 40 juta.
“Saya mendapat untung Rp 40 juta karena ngasih ke KPLP Rp 25 juta,” katanya.
Lebih lanjut Andri Rahmat mengatakan, untuk tukang bangunan sebagian berasal dari warga binaan dan sebagian lagi dari luar. Untuk tukang bangunan dari luar, hal tersebut sudah diketahui oleh KPLP dan para tukangnya pun sudah terbiasa mendapatkan order dari lapas.
“Jadi tukang dari luar bisa gampang masuk ke dalam lapas?. Dan tidak dilarang karena ada setoran ke KPLP (Selamet),” tanya Marsidin yang langsung diiyakan Andri.
Sementara itu, diakhir persidangan Anggota Majelis, Mursidin Nawawi mempertanyakan keberadaan kamar bercinta milik Fahmi yang biasa digunakan bersama istrinya Inneke Koesherawaty.
Andri Rahmat menjelaskan, sebelum disulap menjadi tempat untuk berhubungan intim, awalnya ruang tersebut merupakan WC. Namun atas permintaan Fahmi ruangan itu direnovasi menjadi tempat untuk berhungan intim yang dilengkapi spring bed dengan sebutan “Gudang”.
“Betul kamar itu buat Fahmi dan istrinya?,” tanya anggota majelis, Mursidin Nawawi di persidangan.
“Betul gak disewakan ke semua orang, hanya narapidan satu blok saja?” katanya.
Andri mengaku, “gudang” hanya digunakan oleh narapidana yang satu blok saja. Ketika disinggung siapa saja yang pernah menggunakan kamar tersebut. Andri Rahmat mengatakan diantaranya adalah Uci Sanusi, Suparman dan Umar.
“Itu Rp 650 ribu untuk sekali pakai, seberesnya atau shorttime,” tanya Mursidin yang disambut riuh suara tertawa.
Andri mengaku, Rp 650 ribu tersebut untuk sekali pakai, atau sampai yang menyewa selesai melakukan hubungan intim. Namun demikian, ia membantah dalam kamar ukuran 2×3 meter tersebut tersedia fasilitas AC (pendingin ruangan). (AY)